Oleh: Juhrini Fazrien, S.Pd
Waktu siang mentari menyedap peluh Angin berhembus marah Pucuk2 daun menari pasrah Mengikuti takdir alam yang semakin parah Si daun usang erat berpegang Pada tuan yg menopang Tangisan alam terdengar perih Sedih akan alam yang semakin punah Ya, biru yg tak lagi membiru Dan hijau yg tak lagi menghijau Musnah, berganti dengan pekat Batang demi batang berbalut kesepian Teronggok tanpa harapan Si daun usang pergi Terhempas ke bumi Raja bagaskara semakin murka Sinarnya menyengat tanpa ampun Sang bayu pun berbalut angkara Tak ada penghalang, tak ada perlawanan Kini, si daun usang terombang ambing Pasrah, menyerah, kalah Si daun usang tergeletak tak bernyawa Tak ada harapan lagi baginya Terinjak oleh sepatu2 egoisnya manusia Yg tak mau menolong, hanya menoleh sinis Menjadikannya abu yang tak berbekas Tanpa nama, tanpa harga Hanya sebuah daun usang Sungguh miris.
Balai Riam, 18 Oktober 2021